Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gamping (Batu Kapur)

Gamping atau yang lebih sering disebut sebagai kerikil kapur, mayoritas dipakai sebagai materi pengikat penting yang dipakai dalam konstruksi bangunan. Kapur telah dipakai sebagai materi konstruksi semenjak zaman purba. Bila dicampur dengan pasir, akan menjadi adukan semen kapur dan bila dicampur dengan agregat berangasan dan pasir, ia membentuk beton kapur.

Batu gamping diperoleh dari hasil penambangan, mayoritas penggunaanya dalam dunai konstruksi, kosmetik dan kesehataan.








Batu kapur berwarna halus yang dibuat dari rangka kerangka kalsium karbonat dari organisme maritim kecil. 

Photo Credit geology.com

Jenis Kapur dan Propertinya
Kapur diklasifikasikan sebagai kapur cair, kapur hidrolik dan kapur miskin:

(i) Kapur cair:
Kapur jenis ini terdiri dari 95% kalsium oksida. Saat air ditambahkan, airnya akan naik dengan berpengaruh dan volumenya meningkat menjadi 2 hingga 2 x 1/2 kali, dan warnanya putih.

Sifat-sifatnya adalah:
  1. Mengeras perlahan
  2. Memiliki plastisitas yang tinggi
  3. Set perlahan di hadapan udara
  4. Berwarna putih
  5. Serap dengan keras.

(ii) Kapur hidrolik:
Kapur ini berisi tanah liat dan oksida besi. Bergantung pada persentase tanah liat yang ada, kapur hidrolik dibagi menjadi tiga jenis berikut:
(a) Kapur hidrolik halus (5 hingga 10% kandungan tanah liat)
(b) Kapur hidrolik sedang (kandungan hingga 20% tanah liat)
(c) Kapur hidrolik murni (21 hingga 30% kandungan tanah liat)

Sifat-sifat limau hidrolik adalah:
  1. Menyetel di bawah air
  2. Warna tidak putih sempurna
  3. Bentuk pasta tipis dengan air dan jangan larut dalam air.
  4. Sifat pengikatnya membaik bila bedak halus dicampur pasir dan disimpan dalam bentuk timbunan selama seminggu, sebelum digunakan.

(iii) Kapur miskin:
Kapur ini mempunyai komposisi lebih dari 30% tanah liat. Warnanya berlumpur, kapur ini mempunyai daya pengikatan yang buruk. Adukan yang dibuat dengan kapur menyerupai ini dipakai untuk pekerjaan inferior. IS 712-1973 mengklasifikasikan kapur sebagai kelas A, B, C, D dan E.

Kapur Kelas A :
Kapur jenis ini ialah kapur hidrolik yang dominan. Biasanya dipasok sebagai kapur terhidrasi dan biasanya dipakai untuk pekerjaan struktural.

Kapur Kelas B:
Kapur jenis ini mengandung kapur hidrolik dan kapur cair. Ini dipasok sebagai kapur terhidrasi atau sebagai kapur cepat. Ini dipakai untuk menciptakan mortar untuk pekerjaan batu.

Kapur Kelas C:
Kapur jenis ini mayoritas kapur cair, baik dipakai sebagai kapur cepat dan kapur cair. Kapur ini dipakai untuk finishing coat dalam plesteran dan finishing pada permukaan putih.

Kapur Kelas D: 
Kapur ini mengandung magnesium oksida dalam jumlah besar dan serupa dengan kapur cair. Kapur ini juga biasa dipakai untuk finishing pada permukaan putih dan untuk finishing coat pada plesteran.

Kapur Kelas E: 
Kapur ini ialah kerikil kapur yang tidak murni, yang dikenal sebagai kankar. Ini tersedia dalam bentuk modular dan bentuk blok. Ini dipasok sebagai kapur terhidrasi. Hal ini biasa dipakai untuk mortar batu.

Pengujian pada Batu Kapur / Batu Kapur
Tes mudah berikut dilakukan pada kerikil gamping untuk memilih kesesuaiannya:

(i) Tes Fisik:
Batu gamping murni berwarna putih. Batu gamping hidrolik berwarna abu-abu kebiruan, coklat atau mempunyai warna gelap. Kapur hidrolik memberi anyir harum. Memiliki corak  clayey. Adanya benjolan memberi indikasi kapur cepat dan kerikil kapur yang tidak terbakar.

(ii) Uji Panas:
Sepotong kerikil kering dengan berat W1 dipanaskan dalam api terbuka selama beberapa jam. Jika berat sampel sehabis pendinginan W2, kehilangan berat ialah W2 - W1. Hilangnya berat menunjukkan jumlah karbon dioksida. Dari jumlah ini kalsium karbonat dalam kerikil gamping sanggup diolah.

(iii) Uji Kimia:
Satu sendok teh penuh kapur ditempatkan di tabung reaksi dan asam hidroklorat encer dituangkan ke dalamnya. Isi diaduk dan tabung reaksi disimpan dalam wadah selama 24 jam. Efek jenuh dan sedikit residu menunjukkan kerikil kapur murni. Jika effervescence kurang dan residu lebih maka itu menunjukkan kerikil kapur yang tidak murni.

Dalam dunia ekplorasi pertambangan untuk mengetahui keterdapatan kerikil gamping mereka memakai HCL sebagai materi penguji terhadap kerikil yang dianggap mempunyai kandungan gamping, HCL dituangkan terhadap batu, sehingga mengakibatkan buih (Ngejos).

Jika gel tebal terbentuk dan sehabis tabung reaksi dipasang terbalik kemungkinan untuk mengidentifikasi kelas kapur sebagaimana ditunjukkan di bawah ini:

• Kapur kelas A, bila gel tidak mengalir.
• Kapur kelas B, bila gel cenderung turun.
• Kapur kelas C, bila tidak ada gugusan gel.

(iv) Uji Bola (Ball Mill Test):
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi apakahbatu gamping termasuk dalam kelas C atau kelas B. Dengan menambahkan air secukupnya sekitar 40 mm ukuran bola kapur dibuat dan dibiarkan tidak terganggu selama enam jam. Kemudian bola ditempatkan di bejana air. Jika dalam beberapa menit perluasan lambat dan disintegrasi lambat dimulai, itu menunjukkan jenis kapur kelas C. Jika ada sedikit atau tidak ada ekspansi, tapi hanya retakan yang muncul maka diklasifikasikan sebagai kapur kelas B.

Penggunaan Kapur
Berikut ini ialah penggunaan kapur dalam pekerjaan sipil:
  1. Bahan finishing pada permukaan putih.
  2. Bahan pembuatan mortar untuk pekerjaan kerikil dan plesteran.
  3. Untuk menghasilkan kerikil bata pasir kapur.
  4. Untuk stabilisasi tanah.
  5. Sebagai materi tahan api untuk lapisan tungku perapian terbuka.
  6. Bahan pembuatan semen.

Batu kapur: Spesimen yang ditunjukkan sekitar dua inci (lima sentimeter).

Photo Credit geology.com 


Post a Comment for "Gamping (Batu Kapur)"